Jangan Salahkan Hujan jika Banjir

Bulan ini intensitas hujan sedang pada tingkatan yang tinggi di kota saya berada. Seharian bisa kita habiskan dengan di rumah saja karena hujan. Bagi orang yang mempunyai aktifitas tinggi diluar rumah mungkin ini ada hikmahnya, kita menjadi ingat bahwa kita punya rumah. Rumah yang bisa menjadi tempat berlindung yang baik dari cuaca buruk ini.

Sayangnya disini hujan sering menjadi kambing hitam dari terjadinya banjir di perkotaan. Sosial media menjadi salah satu wadah keluhan untuk hal ini, twitter misalnya. Di twitter banyak yang menyalahkan hujan saat terjadinya banjir. Mereka seperti orang yang lupa diri. Hujan merupakan perpanjang tanganan Tuhan. Secara tidak langsung kita menyalahkan Tuhan jika menyalahkan hujan jika terjadi banjir. Sekarang, masih menyalahkan hujan jika banjir?

Mereka juga lupa kalau proses terjadinya banjir merupakan campur tangan mereka sendiri. Misalnya sampah plastik, peran sampah plastik dalam mengakibatkan banjir ada karena sampah plastik sering terlihat berada di ujung saluran-saluran air. Sampah plastik tersebut merupakan sampah kita yang dibuang dengan seenaknya. Makan permen dan pembungkus permennya dibuang begitu saja. Bayangkan jika di sebuah kompleks perumahan yang memiliki 20 orang pengkonsumsi permen dan membuang sampahnya sembarangan. Cepat atau lambat pembungkus permen itu akan membuat saluran air kompleks itu terhambat dan akan mengakibatkan banjir. Ini masih tentang sampah pembungkus permen kita dan belum sampah yang lain. Masih menyalahkan hujan jika banjir?

Sampah Plastik penyebab banjir

 

Mereka yang mengeluh banjir tentunya merupakan masyarakat perkotaan yang tidak dekat dengan alam. Mari kita pindah kedesa. Didesa masyarakatnya akan senang jika musim hujan tiba. Sawah-sawah yang kekeringan kini bisa mendapatkan air, sumur-sumur yang kering bisa terisi kembali, dan mereka bisa mencuci baju disungai lagi. Interaksi hidup mereka memang sangat bergantung dengan alam dan selalu bersyukur. Masih menyalahkan hujan jika banjir?

Berbeda dengan kota yang memiliki daerah resapan air yang kurang. Tanah dikota kini telah berubah menjadi aspal dan beton, sehingga air hujan tidak bisa meresap ke tanah. Melihat kondisi kota, hujan mungkin berkata, “mau kemana kita jika telah turun kekota?”. Pembangunan yang tak memperhatikan daerah resapan air menjadi salah satu alasan,  mengapa banjir lebih sering hadir dikota.

Pohon yang hampir punah di perkotaan

Pohon-pohon dikota juga sudah mulai berkurang. Tidak perlu jauh-jauh, dulu kalau hujan kita berteduhnya dipohon, sekarang malah diruko. Pohon-pohon kini telah berganti dengan ruko yang memiliki tinggi yang sama. Mereka lupa bahwa pohon memiliki fungsi mencegah banjir. Menurut penelitian, hutan mampu membuat lebih banyak air yang terserap kedalam tanah 60% hingga 80%. Dengan kemampuan ini, keberadaan pohon dapat meningkatkan cadangan air tanah. Kemudian, masihkah kita menyalahkan hujan jika banjir?

Sekarang, sudah tidak zaman lagi mengeluh. Mari kita membuat kota ini tidak banjir lagi. Tidak perlu terlalu jauh, cukup jangan buang sampah sembarangan dan mulai menanam pohon. Berikanlah contoh kepada yang lain agar bisa mempercepat menghilangkan budaya menyalahkan hujan jika banjir. Mari mulai dari diri sendiri.

Leave a Comment