Hari ini adalah hari sabtu, 17 Agustus 2013. Hari dimana semua rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan negaranya dari penjajah. Hari yang merekam kejadian sejarah saat Soekarno membacakan proklamasi pertama kali. Tapi, saat ini saya tidak ingin membahas sejarah Negara kita ini. Saya lebih tertarik tentang kejadian pagi tadi di sebuah kegiatan sosial dari komunitas anak Lemina.
Semua berawal dari pagi ini, saat saya turut berpartisipasi pada kegiatan sosial yang mengajak anak-anak di TPA Antang untuk melakukan lomba 17-an. Salah satu lomba yang diadakan adalah lomba menulis. Saat itu anak-anak dikumpulkan di SKW (Sanggar Kegiatan Warga) dan anak-anak yang berkumpul sekitar 20 orang. Masing-masing pendamping bisa mendampingi 1-3 anak untuk membuat tulisan bertema Agustus atau Kemerdekaan. Disana saya berkenalan kepada seorang anak perempuan yang pendiam dan ternyata memiliki nama Putri, sama seperti nama adik perempuan saya. Putri masih kelas 6 SD di sekolah yang tidak jauh dari tempat kami berkumpul saat ini. Putri juga adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Sebelum menulis sengaja saya berusaha mengenal tentang dirinya terlebih dahulu agar saya bisa mengetahui apa kegemarannya, dan bisa menjadikannya daya tarik untuk dia menuliskan sebuah cerita. Ternyata dia senang dengan pelajaran Bahasa Indonesia, tidak heran jika dia memiliki tulisan yang rapi untuk anak seusianya.
Setelah saya banyak bertanya tentang dirinya, akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya kepada saya “kita akan menulis apa, kak?”.
Saya kemudian mengatakan “bagaimana kalau kita menulis tentang lomba-lomba 17-an di hari kemerdekaan ini?”.
Dia lalu menjawab “saya tidak pernah ikut lomba 17-an, kak”.
“Kalau gitu kita tulis tentang lomba 17-an saja”, jawab saya seadanya.
Akhirnya kita putuskan untuk menulis tentang lomba 17-an. Judul yang kami pilih adalah Lomba 17-an Pertama. Saya mengarahkan Putri untuk menulis kegiatannya tentang hari ini. Hari yang menjadikan dia pertama kali merasakan lomba 17-an di tempat tinggalnya. Sebenarnya saya tidak heran mengetahui kalau dia tidak pernah merasakan lomba 17-an sebelumnya. Daerah tempat tinggalnya ini mengharuskan orang-orang untuk terus bekerja mengais atau memilah sampah untuk dijual kembali, sehingga orang-orang ini tidak memikirkan untuk merasakan euphoria hiburan di balik lomba yang ada. Tentu mereka lebih memikirkan “makan apa keluarga saya hari ini jika tidak bekerja”. Tidak ada yang salah. Namun, sempat terlintas dipikiran bahwa alangkah beruntungnya anak-anak yang lain, yang bisa merasakan keseruan lomba 17-an di tempat tinggalnya disana. Lalu saya kemudian berpikir kembali bahwa alangkah beruntungnya Putri dan teman-temannya karena masih ada sekelompok orang yang peduli kepada mereka. Beruntung karena masih bisa merasakan kemerdekaan dalam arti bermain selayaknya anak-anak pada umumnya.
Isi tulisan saya dan Putri saat itu tidak jauh beda dari tulisan saya saat ini. Tulisan yang kami buat sebanyak 4 paragraf pendek dan diakhiri dengan tulisan bernada harapan untuk dia bisa menang di lomba 17-an pertama ini. Alasannya agar dia bisa memberitahukan ke teman-temannya kalau dia telah menjadi juara di lomba pertamanya.
Saat pengumuman yang ditunggu-tunggu telah tiba. Semua anak telah harap-harap cemas menunggu pengumuman dari kakak-kakak yang menilai tulisan mereka. Hasilnya tidak mengecewakan, Putri ternyata berhasil menjadi Juara 1 di lomba Menulis. Ekspresi kegembiraannya bisa terlihat saat dia dipanggil kedepan untuk menerima hadiahnya. Tentu hari ini akan menjadi bahan cerita selanjutnya kepada teman-temannya bahwa dia telah berhasil menjadi juara di lomba 17-an yang pertama.
Selamat kepada Putri dan anak-anak yang lainnya. Sesungguhnya menulis adalah salah satu bentuk kemerdekaan dalam berpikir.
Leave a Comment