#MTGF; Proses Pengenalan Budaya Dari Dunia Maya untuk Dunia Nyata

#MTGF; Proses Pengenalan Budaya Dari Dunia Maya untuk Dunia Nyata – Berawal dari hastag #MTGF2012 yang diangkat oleh akun twitter @Jalan2Seru_Mks pada 3 minggu yang lalu. MTGF2012 adalah Makassar Tradisional Games Festival 2012, festival yang coba diadakan oleh akun tersebut dengan tujuan melestarikan permainan tradisional yang nyaris punah.

Sosialisasi perrmainan tradisional di Benteng Somba Opu
Sosialisasi perrmainan tradisional
di Benteng Somba Opu

Sekarang saya melihat sepulang sekolah, anak-anak lebih memilih duduk didepan komputer dengan memainkan game online. Sangat kontradiksi dengan kondisi saya dulu, yang langsung menuju tanah lapang dekat rumah untuk memainkan permainan tradisional dengan teman-teman sekitar.

Menurut saya, banyak aspek yang mempengaruhi hilangnya permainan tradisional dari tangan anak-anak saat ini. Beberapa diantaranya yaitu:
– Kurangnya sarana lapangan/taman untuk media bermain anak di Makassar.
– Kuatnya pengaruh modernisasi, terlebih pada hal game online
– Kurangnya pengaruh pemerintah dalam pelestarian budaya permainan tradisional

Melihat beberapa hal diatas, menurut saya wajar jika teman-teman @Jalan2Seru_Mks mengambil inisiatif dengan kegiatan #MTGF2012-nya. Setidaknya selangkah lebih maju dari pada pemerintah yang kurang memikirkan budaya ini.

Dengan bantuan social media dan para penggiatnya, #MTGF2012 berusaha diselenggarakan. Ngetweet, meretweet dan tetap memainkan hastag #MTGF2012 menjadi strategi untuk menarik minat perindu permainan tradisional di twitter.

Di Facebook ternyata telah disiapkan strategi juga dengan pembuatan halaman event Makassar Tradisional Games Festival2012 (MTGF2012). Memanfaatkan dunia maya menjadi strategi untuk bisa menyentuh mereka-mereka yang telah beralih kearah modern dengan melupakan budaya mereka.

Minggu, 28 Oktober 2012. Kegiatan yang direncanakan tersebut mampu terlaksana dengan sangat baik. Penggiat social media dan orang-orang yang merindukan permainan tradisional telah berkumpul dilokasi yang telah ditentukan, di Benteng Somba Opu, Makassar.

Melihat jumlah yang hadir membuat saya sedikit kaget, jumlah tersebut tidak bisa saya katakan sedikit karena lokasi saat itu sangat ramai oleh berbagai usia. Gambarannya itu seperti lagi nonton penjual obat keliling, ada yang memegang megaphone dan yang lainnya duduk menonton dengan mengelilinginya. Bedanya ada yang bawa batu, tali dari karet dan perlengkapan permainan lainnya.

Kakak dari @Jalan2Seru_Mks ternyata sedang melakukan sosialisasi ulang tentang permainan yang disajikan. 14 permainan yang disajikan pada #MTGF2012 : Maccukke’ , Enggo’ (petak umpet), Mallongga’(Engrang), Mallogo, Massanto’, Mang’asing, Mabbenteng, ThunderDende’, Gebo’Lambasena (main karet), Tar-tarMaggoli’ (main kelereng) dan Beklan.

Waktu pada saat itu seakan berhenti dan bisa dikatakan berputar kembali seperti semasa sekolah dasar dulu. Waktu dimana kami bisa menikmati permainan tradisional, baik sedang istirahat sekolah, hingga kami dicari oleh orang tua untuk mandi sore.

Waktu saat ini pun sudah sore, seperti dulu baju telah basah bermandikan keringat dan sekarang kami telah terpuaskan dengan nostalgia permainan ini.

Kepuasan permainan tradisional menurut saya berada saat kita berjuang mengalahkan teman main kita dengan bermandikan keringat, dan itulah yang saya rasakan kemarin saat bermain Mang’asing. Menjadi bagian dari Kelompok 1 dipermainan Mang’asing membuat saya merasakan kembali kepuasan yang sudah lama hilang.

Permainan Mallongga’ (Engrang)
Permainan Mallongga’ (Engrang)

Rasanya bohong kalau ada yang tidak merindukan memainkan permainan tradisional mereka ini. Bohong pula kalau ada yang tidak merindukan masa-masa pulang sekolah yang di isi dengan main Kelereng atau main Asing. Bohong juga kalau ada yang tidak pernah bangga sudah mengalahkan temannya main lompat tali. Kebohongan-kebohongan tersebut lah yang telah berhasil dikembalikan oleh event budaya ini.

Sekarang saya menganggap bahwa saya anak yang beruntung karena masih dapat menikmati permainan tradisional yang berkembang dilingkungan tempat tinggal.

Berbeda dengan anak zaman sekarang yang sudah merasakan dampak besar dari perkembangan teknologi dan mulai melupakan budaya permainan mereka. Maka sekali lagi beruntung lah saya karena masih bisa menemukan akun twitter yang berinisisatif mengenalkan permainan tradisional kembali kepada anak-anak.

Saya sekarang sadar bahwa perkembangan teknologi tidak dapat dihindari karena itu dampak globalisasi dan modernitas, namun semua itu perlu pengecualian yaitu tidak boleh melupakan budaya sendiri.

Menurut saya, budaya itu identitas diri kita. Kalau kita melupakan budaya, berarti kita juga melupakan identitas kita tersebut. Seperti manusia yang lupa nama. Untungnya perkembangan teknologi tersebut masih bisa menjadi proses sosialisasi untuk #MTGF2012 dengan memanfaatkan media sosial, ujung tombak perkembangan teknologi yang menjangkiti kaum muda saat ini.

Dari social media-lah konsep awal kegiatan ini hadir, dan dari social media lah budaya permainan tradisional diperkenalkan kembali ke dunia nyata.

Selamat menikmati perkembangan teknologi yang ada tanpa melupakan budaya. Mari kembali memainkan permainan tradisional yang dulu sempat terlupa.

Rokok Bukan Hidangan pada Acara

Rokok Bukan Hidangan pada Acara (headers)
Rokok Bukan Hidangan pada Acara – Saya sempat melakukan perjalanan di sebuah  kampung  yang juga masih berada dalam provinsi Sulawesi Selatan. Selama semalam saya singgah dikampung tersebut. Kebetulan pada malam itu dikampung tersebut seorang warganya sedang mengadakan acara nikahan, mereka menyebutnya malam mapacci’. Acara yang dilaksanakan 1 malam sebelum acara resepsi untuk masyarakat setempat.
 
Rokok Bukan Hidangan pada Acara
 
Seusai acara mapacci’ dilanjutkan oleh permainan kartu domino, acara hiburan untuk kaum lelaki tepatnya. Puluhan orang lelaki menempati kursi yang telah disediakan oleh keluarga yang mengadakan acara ini. Tidak lama permainan kartu dimulai hidangan pun dikeluarkan untuk melengkapi acara malam itu.
 
Mulai dari berbagai jenis kue hingga teh menjadi hidangannya, namun tidak lama kemudian masing-masing pemain kartu tersebut diberikan sebungkus rokok dan korek.
 
Ternyata sebungkus rokok dan korek tersebut bisa dikatakan sebagai sebuah hidangan pula pada acara tersebut. Tidak lama kemudian tenda yang dibawahnya dipenuhi pemain kartu, dipenuhi pula oleh asap rokok yang semakin mengepul.
 
Bisakah saya mengatakan bahwa acara ini adalah acara sakit paru-paru secara berjamaah? Alasan saya mengatakan hal tersebut karena acara ini sedang difasilitasi untuk menuju ke penyakit tersebut. Jumlah yang hadir pada malam itu pun tentunya sangatlah banyak.
 
Tidak hanya lelaki yang hadir pada malam itu, perempuan pun hadir namun disibukkan pada urusan hidangan makanan dan minuman. Dari sini pun sudah sangat terlihat pembagian perokok aktif dan perokok pasifnya, perokok aktif adalah kelompok lelakinya dan perokok pasifnya adalah yang perempuan.
 
Sempat saya bertanya dengan kepala desa setempat tentang dihidangkannya rokok pada acara seperti ini, namun ternyata tidak setiap acara rokok dihidangkan, semua tergantung pemilik hajatan tersebut.
 
Dihidangkannya rokok disana mungkin untuk memperlihatkan status ekonomi bagi keluarga tersebut kepada masyarakat atau untuk menjadi daya tarik tentang acara tersebut. Sengaja saya tidak memasukkan gambar seorang perokok disana agar tidak menginspirasi masyarakat yang untuk merokok.
 
Pada Paginya saya sempat menyinggahi puskesmas Kecamatan setempat. Disana saya menemukan sebuah poster bertuliskan “Jangan ki’ sajikan rokok diacara ta’, Daeng”. Arti tulisan tersebut “jangan sajikan rokok diacara anda, pak”. Penyajian rokok pada acara dikampung-kampung seperti tersebut tentunya akan melahirkan kebudayaan nantinya. Sebuah kebiasaan yang terbawa terus menerus.
 
Ketakutan saya melihat acara tersebut, anak-anak yang melihat bapak-bapaknya merokok pada malam itu akan mengikuti jejak bapaknya karna beranggapan bahwa itu benar. Semoga hanya sekedar ketakutan saya saja.

Cantik itu …..

cantik itu

Kemarin disela-sela waktu menunggu kelas dimulai saya duduk membelakangi sekelompok perempuan yang sedang sibuk membaca sebuah majalah kecantikan. Kelas terasa begitu sepi karena sebenarnya masih 30 menit lagi kelas dimulai. Tak ada suara di kelas sejak saya datang dan duduk di kelas ini, namun beberapa menit kemudian terjadi percakapan.

Cantik adalah

Perempuan tomboy: wah..pakai krim yang mana supaya kulit saya terlihat lebih putih?

Perempuan pemilik majalah: pakai krim ini saja *menunjuk gambar krim di majalah*..

Perempuan tomboy: wah.. Rp 159.000 untuk sebotol kecil krim pemutih?

Perempuan pemilik majalah: kalo krim yang itu untuk pemakaian 1 bulan, ada juga yang 2 minggu sudah putih kulitnya tapi harganya 2x lipat..

Perempuan yang mengaku cantik: wahh.. kalau mau cantik memang butuh modal besar..

Perempuan pemilik majalah: betul!! kalau mau cantik memang butuh produk-produk berkualitas..

Perempuan tomboy: *cemberut*

Nah, sambil mendengarkan percakapan mereka, saya tersenyum. Berikut kesimpulan yang dapat saya ambil dari percakapan tersebut.

Cantik itu mahal, sudah jelas terlihat tujuan penawaran perempuan pemilik majalah tersebut adalah menawarkan produk-produk kecantikan yang harganya relatif tidak murah.

Harga sebuah krim pemutih dengan kualitas 4 minggu saja bisa mencapai Rp.159.000, bayangkan jika dalam waktu 4 minggu krim tersebut tidak menghasilkan apa-apa atau tidak memutihkan, mungkin si konsumen akan berpikir “proses pemutihan kulitnya sudah mulai berjalan seminggu kedepan pasti sudah mulai putih kulit ini” yang otomatis akan membeli sebotol krim lagi untuk memutihkan kulitnya.

Kemarin disela-sela waktu menunggu kelas dimulai saya duduk membelakangi sekelompok perempuan yang sedang sibuk membaca sebuah majalah kecantikan. Kelas terasa begitu sepi karena sebenarnya masih 30 menit lagi kelas dimulai. Tak ada suara di kelas sejak saya datang dan duduk di kelas ini, namun beberapa menit kemudian terjadi percakapan.

Hitung-hitungnya belum sampai disitu. percakapan tadi hanya sekitaran krim pemutih, bagaimana jika perempuan tomboy tersebut sudah cantik? otomatis dia akan merasa ada kekurangan lagi untuk dirinya, misalnya penghalus kulit, bedak, parfum dan lain-lain yang budgetnya juga tidak kecil atau mahal. Pola konsumtif seperti inilah yang akan tumbuh di diri perempuan-perempuan tersebut untuk menutupi kekurangan yang masih ada pada dirinya. Manusia memang tidak pernah bersyukur.

Perempuan adalah mangsa empuk kapitalis, lihat saja iklan-iklan di majalah, televisi dan internet yang mengatakan bahwa “kulit putih itu cantik” dan alhasil teman saya pun menjadi korbannya (perempuan tomboy). Tidak pernah saya melihat iklan kecantikan itu adalah perempuan yang berasal dari kulit yang (maap) hitam. Begitu hebatnya membentuk mindset tentang kecantikan dengan menggunakan iklan yang berulang-ulang agar produknya laku dipasaran dan seperti itulah kapitalis pemangsa perempuan beraksi.

Sekali lagi televisi menjadi media prantara dari kapitalis kecantikan bermain. Televisi telah mencuci pemikiran kita dan telah membuat kita bermimpi, ingin seperti artis yang mengiklani produk tersebut. Ingatlah, standar kecantikan kalian sedang dibentuk oleh majalah dan televisi.

Dasar permainan para kapitalis kosmetik adalah perempuan selalu berpikir ingin cantik, lebih dan lebih, dan itulah yang dimanfaatkan. Saat ini kita masih berbicara dikisaran kosmetik dan belum pada tataran style berbusana yang masuk dalam target kapitalis.

Berbeda dengan kaum lelaki yang menurut saya lebih terkesan cuek. Perempuan lebih mengedepankan tampilannya didepan umum. Saya sebenarnya agak sedikit tidak percaya bahwa kecantikan adalah hal yang utama dimata perempuan. Mungkin lingkunganlah yang membentuk mereka seperti itu.

Bisa kita lihat misalnya pada saat ingin melamar pekerjaan, point “penampilan menarik” tak pernah hilang dari syarat melamar pekerjaan, sekali lagi kecantikan dan ketampanan yang diperhatikan. Point “penampilan menarik” selalu menempati posisi teratas disetiap syarat pelamaran pekerjaan dan akan membuat sebagian perempuan untuk melakukan sentuhan-sentuhan kecantikan agar dapat bekerja ditempat yang dia inginkan mengesampingkan kemampuan dibidangnya tersebut.

Mungkin bagi teman-teman itu adalah hal yang biasa, namun jika kalian telah berkeluarga nanti didalam keuangan keluarga bakalan ada anggaran untuk pemeliharaan kecantikan istri kita dan itu wajib dengan nominal yang besar pula. Secara tidak langsung bisa saya katakan bahwa anggaran pemeliharaan kecantikan bagi perempuan sama saja seperti anggaran pembelian rokok bagi laki-laki dan itu terkesan menghambur-hamburkan uang saja.

Sama seperti judul note teman saya bahwa “Cantik Bukan Kosmetik” yang berarti perempuan cantik itu bukan diciptakan dari kosmetik yang dia gunakan. Menurut saya cantik tercipta dari proses tingkah laku kita sehari-hari.

perempuan-cantik

Banyak perempuan yang menghabiskan uangnya untuk membeli kosmetik tidak untuk membeli buku untuk sekedar menambah pengatahuannya. Itulah akhirnya kebanyakan perempuan sama seperti yang dikatakan oleh tokoh Cina di film Cin(T)A, “Kecantikan berbanding terbalik dengan kepintaran”. Menurut saya perempuan pintar lebih dicari oleh kaum lelaki dibandingkan perempuan cantik. Yah, itu menurut saya.

Banyak pula perempuan yang mengaku cantik namun mengidentikkan bahwa dia adalah perempuan. Menurut saya perempuan itu adalah yang menutupi setiap senti auratnya, jika auratnya telah tertutup sudah pasti dia cantik. Banyak perempuan yang menggunakan pakaian yang terbuka agar dimendapatkan predikat cantik.

Rasa bersyukurlah yang seharusnya ditingkatkan, bukan jenis kosmetiknya yang digunakan. Perempuan itu akan lebih terlihat tak ada kekurangannya jika dia sendiri tidak meresahkan kekurangan yang ada pada dirinya itu. Sebenarnya rajinlah beribadah, air wudhu membuat wajahmu tampak bercahaya.